SEJARAH DITETAPKANNYA HARI PAJAK
Penetapan tanggal 14 Juli yang saat ini diperingati
sebagai Hari Pajak telah melalui proses yang cukup Panjang. Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) melakukan kerja sama dengan sejarawan JJ Rizal untuk dapat mengulik
dan menelusuri jejak monumental dari awal pembentukan institusi perpajakan di
Indonesia ini. Pada saat itu, tanggal 7 November sempat ditetapkan sebagai Hari
Pajak karena berasaskan pada momentum Penetapan Pemerintah tanggal 7 November
1945 No.2/S.D yang sebagaimana tertulis bahwa “Urusan bea ditandatangani oleh
Departemen Keuangan Bagian Pajak mulai tanggal 1 November 1945 sesuai dengan
Putusan Menteri Keuangan tanggal 31 Oktober 1945 No.8.01/1”.
Namun, tanggal 7 November yang telah ditentukan
sebelumnya akhirnya diubah dikarenakan pimpinan dari Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) ingin memastikan dengan benar terkait dokumen sejarah yang lebih awal
pada masa-masa pembentukan institusi perpajakan dari berbagai sumber. Pada
akhirnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun Kembali mengumpulkan
dokumen-dokumen sejarah yang berasal dari berbagai pihak.
Pada masa kolonial Belanda, juga dikenal dengan sistem
yang digagas oleh Thomas Stamford Raffles. Sistem pajak rancangan dari Thomas
Stamford Raffles ini disebut juga dengan pajak tanah (landrent), yang
dimana bagi orang yang memiliki tanah atau menggarap tanah, diwajibkan untuk
membayar pajak.
Namun, pada saat Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
berusaha mengumpulkan data-data sejarah terkait dengan awal perpajakan di
negeri ini, pada saat yang sama pula Arsip Nasional Republik Indonesia membuka
secara terbatas dokumentasi dokumen yang autentik berkaitan dengan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia – Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI – PPKI) yang merupakan koleksi dari AK
Pringgodigdo yang sempat dirampas oleh Belanda (Sekutu) pada saat mereka
memasuki Yogyakarta dan menangkap Bung Karno pada 1946.
Melalui dokumen ini lah diketahui bahwa, kata pajak
pertama kali muncul dengan disebut oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yaitu Radjiman Wediodiningrat dalam
sidang panitia kecil yang membahas mengenai keuangan dalam masa reses BPUPKI
setelah Soekarno membacakan pidatonya yang terkenal pada 1 Juni 1945. Pada
butir keempat dalam lima usulan yang disampaikan oleh Radjiman, menyebutkan
bahwa “Pemungutan Pajak harus diatur hukum”.
Dalam masa reses yang terjadi pada 2 – 9 Juli 1945,
anggota BPUPKI telah berhasil mengumpulkan sembilan usulan dan salah satu butir
usulan tersebut membahas mengenai keuangan. Dalam arsip dokumen yang ditemukan,
terdapat sidang kedua yang dilakukan pada 10-17 Juli 1945. Pada 12 Juli 1945
terdapat sidang Panitia Kecil dengan agenda terkait tiga bahasan, yaitu rapat
Panitia Perancang UUD, rapat Bunkakai Keuangan dan Ekonomi, serta rapat
Bunkakai Pembelaan.
Kata pajak muncul dalam rancangan Undang – Undang
Dasar (UUD) kedua yang disampaikan pada 14 Juli 1945. Pada butir kedua Pasal 23
Bab VII Hal Keuangan, disebutkan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan Undang-Undang”. Tulisan tersebut terdapat dalam lampiran arsip
rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang merupakan coretan perbaikan.
Dan pada 14 Juli 1945, disampaikanlah rancangan
Undang-Undang Dasar (UUD) yang didalamnya termuat coretan asli kata pajak yang
pertama kali digunakan. Atas dasar inilah, maka tanggal 14 Juli kemudian
dipilih sebagai simbol lahirnya Hari Pajak. Karena pajak itu penting untuk
sebuah negara dan harus diatur dengan hukum.
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini