Kebijakan dan Pandangan Universitas Negeri Jakarta terhadap SPU
SPU(sumbangan pengembangan Universitas) adalah sumbangan sukarela yang dikenakan kepada mahasiswa atau orangtua mahasiswa atau wali mahasiswa Jalur Mandiri dengan besaran yang ditentukan sendiri sesuai kemampuan. SPU hanya dibayarkan satu kali selama masa studi yang dibayarkan di awal tahun melalui bank.
Pungutan SPU sudah diperkenankan oleh pemerintah didalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 84 disebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam pendanaan pendidikan tinggi. Dan dijelaskan pada pasal 85 (2) bahwa pendanaan pendidikan tinggi dapat juga bersumber dari biaya pendidikan yang ditanggung oleh mahasiswa sesuai dengan kemampuan mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi nomor 39 tahun 2017 Pasal 8 (ayat 1) poin d, juga menyebutkan PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana bagi mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri.
Pada tahun 2018, Universitas negri Jakarta menerapkan uang pangkal dengan nama lain Sumbangan Pengembangan Universitas (SPU) untuk mahasiswa jalur mandiri. Sebetulnya kebijakan uang pangkal di UNJ tidak lah baru. Pada 2016, UNJ menerapkan uang pangkal. Namun, kebijakan tersebut batal diterapkan. karena, mahasiswa melakukan demontrasi untuk menolak kebijakan tersebut.
Kini, uang pangkal hadir dengan mempertimbangkan reaksi mahasiswa. Universita Negeri Jakarta memerlukan waktu selama dua tahun untuk menerapkan uang pangkal dengan sifat yang berbeda. Pada di 2016, calon peserta diwajibkan membayar sebesar 15 juta, maka tahun ini calon peserta dibebaskan untuk menentukan besaran biaya.
kebijakan uang pangkal dalam bentuk halus ini sangat cerdik. Kampus memperkirakan reaksi mahasiswa dan masyarakat umum terhadap kebijakan SPU. Dalam tataran kampus, kebijakan ini memiliki fungsi laten yakni mencegah demonstrasi mahasiswa yang kedua kalinya.
Selain itu, sistem perguran tinggi yang digunakan untuk membungkam pemikiran kritis mahasiswa terhadap kebijakan perguruan tinggi , Mahasiswa berhasil disibukan dengan banyaknya tugas, banyaknya mata kuliah serta masalah daftar kehadiran. Alhasil, munculah sifat apolitis mahasiswa. Apalagi pada draft statuta Universitas Negeri Jakarta yang baru, mahasiswa tidak diperbolehkan untuk berpolitik dan harus bersifat netral. Aneh, ketika para birokrat sibuk berpolitik, mahasiswa dipaksa untuk diam saja.
Dalam tataran yang lebih luas, Universitas Negeri Jakarta berhasil menempatkan kebijakan SPU dalam logika pasar, yang sadar atau tidak, tertanam dalam pemikiran masyarakat. Bagi masyarakat pendidikan itu mahal. Oleh karena itu, mereka rela mengeluarkan uang agar anak mereka dapat berkuliah.
Contohnya adalah bingungnya masyarakat terhadap kebijakan SPU. Masyarakat bertanya-tanya apakah besaran biaya untuk disumbangkan menentukan hasil kelulusan. Namun, nampaknya mereka tak perlu mendapatkan jawaban dari pihak Universitas negri jakarta. Sebab mereka yakin, semakin besar biaya yang disumbangkan maka semakin besar pula persentase kelulusan masuk perguruan tinggi.
Pandangan masyarakat bahwa pendidikan itu mahal, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya ialah faktor ekonomi dan budaya. Dalam faktor ekonomi, semenjak Indonesia dipengaruhi gagasan globalisasi yang membawa teori ekonomi pasar bebas berpengaruh terhadap logika masyarakat memandang peran negara. Secara garis besar, teori ekonomi pasar bebas, mampu menghilangkan tujuan negara untuk menyejahterakan masyarakat.
-RISKA CAHYA SAKINA-
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini