Mengubah Stigma Mengenai Wanita Untuk Kesetaraan Gender
Pendahuluan
Banyak wanita yang tidak familiar terhadap arti dari gerakan feminisme, padahal mereka sudah melakukan gerakan feminisme itu sendiri. Gerakan feminisme ini sudah dilakukan sejak lama oleh para pahlawan wanita seperti R.A Kartini, Dewi Sartika dan yang lainnya, namun ketidaksetaraan gender yang ada di Indonesia hingga kini masih saja terjadi. Setiap orang ataupun wanita memaknai arti dari kata feminisme dengan berbeda-beda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Menurut saya arti kata feminisme adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh wanita untuk memperjuangan hak, derajat dan kehormatan atas segala perilaku diskriminasi, kekerasan dan ekploitasi yang dialami oleh kaum wanita.
Isi
Salah satu hal yang mendasari ketidakseteraan dan ketidakadilan yang dialami oleh wanita, yaitu stigma masyarakat termasuk pria kepada wanita. Banyak sekali stigma-stigma yang diucapkan untuk menjatuhkan mental kaum wanita. Terdapat beberapa stigma, seperti “gausah punya pendidikan yang tinggi, wanita itu ujung-ujungnya di dapur”, “perempuan berpendidikan tinggi ingin menyaingi laki-laki dan tidak butuh laki-laki”, “Wanita itu ga pantas menjadi pemimpin, yang pantas itu laki-laki”. Stigma ini adalah stigma yang paling sering diterima oleh para wanita. Melihat jaman yang sudah semakin hari semakin berubah dan berkembang, sudah sebaiknya wanita ataupun pria berhak mempunyai pendidikan tinggi, dengan melanjutkan sekolah dan memilih berkarier bukan berarti menyalahi kodrat. Dan jika mempunyai pendidikan yang tinggi serta karier yang baik, justru ketika sudah berumah tangga dan mengalami pasang surut perekenomian, wanita yang mempunyai pendidikan tinggi serta karier yang bagus dapat membantu mengatasi pasang surut ekonomi tersebut.
Dengan stigma-stigma tersebut perlu adanya penghapusan pemikiran stereotip mengenai peranan pria dan wanita dalam segala tingkatan. Keadaan seperti ini yang seharusnya terbentuk melihat bagaimana akses pengetahuan kesetaraan geder ini masih minim. Acap kali keseteraan gender justu menjadi masalah besar saat di gembar-gemborkan di sosial media. Banyak orang yang minim pengetahuan justru mendistrak masyarakat lain untuk mempercayai bahwa kesetaraan ini adalah hal yang tidak perlu dan melanggar norma-norma tertentu bahkan dilarang oleh agama tertentu. Padahal, keseteraan ini ialah ketika wanita bisa mendapatkan hak nya yang sama dengan pekerjaan yang sama dilakukan oleh laki-laki.
Selain stigma yang sudah dijelaskan sebelumnya, terdapat stigma mengenai fisik wanita yang membuat para wanita merasa insecure dan merasa di diskriminasi. Stigma nya yaitu, “wah dia pakai baju seksi, wah rambut dia di warnai udah kaya wanita ga bener aja”, “gendut banget si lo, pantes aja ga ada laki-laki yang mau sama lo”, dan menjadikan wanita sebagai objek lelucon seksis. Bagi wanita tentunya stigma-stigma tersebut mengganggu psikis nya. Sebagai manusia sudah sepatunya menghormati sesama gender, baik itu wanita ataupun pria tidak boleh menghina atau melecehkan satu sama lain.
Cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi stigma-stigma ini dapat dimulai dari diri sendiri, seperti selalu bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki, menunjukan perubahan sikap sehari-hari bahwa kita telah berubah, tidak seperti yang mereka sangka, bertingkah laku yang baik dan sopan, tidak memperdulikan masyarakat yang berkata jahat kepada kita, jangan mempunyai dendam terhadap orang yang sudah jahat kepada kita, dan beperan lebih aktif dan berkontribusi positif terhadap lingkungan sekitar.
Kesimpulan
Setara bukan berarti sama. Adil bukan berarti sama pula. Semua ada porsinya masing-masing, ada hak dan kewajibannya. Maka penting untuk sama-sama berjuang, bukan hanya atas perempuan, tetapi atas laki-laki, sebab kesetaraan gender ini adalah untuk semua gender. Dengan mengubah stigma mengenai wanita menjadi pemikiran yang lebih positif, maka keseteraan gender akan terjalin dengan baik tanpa adanya perselisihan.
-Dela Nurul Padilah
Source:
Nur Fitriani, Annisa. 2019. 5 Stigma Yang Harus Dihapuskan Mengenai Perempuan Berpendidikan Tinggi.
https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/life/inspiration/amp/annisa-nur-fitriani-1/perempuan-berpendidikan-tinggi-c1c2. Diakses pada tanggal 18 April 2021.
Asmani, Devi. 2021. Mendalami Jiwa Feminisme. https://greatmind.id/article/mendalami-jiwa-feminisme. Diakses pada tanggal 18 April 2021.
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini