Selama tiga bulan bulan
terakhir, unjuk rasa mahasiswa dari berbagai kampus menyuarakan keadilan demi
turunnya besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Selain demonstrasi, termasuk yang dilakukan Aliansi Mahasiswa
Jakarta Bersatu di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada
Kamis (2/7) sore, desakan menurunkan UKT dilakukan gerilya lewat tagar-tagar
media sosial. (vice.com)
Akhirnya terdengar dan
tepat di bulan Juni 2020, Kemendikbud
mengatur mekanisme penyesuaian UKT (Uang Kuliah Tunggal) melalui Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 tahun 2020 tentang
Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri
di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menteri pendidikan dan Kebudayaan, Pak Nadiem
Makarim, menyebutkan bahwa kebijakan ini merupakan jawaban Kemendikbud atas
aspirasi mahasiswa. Kebijakan tersebut awalnya memang dinilai positif akan tetapi
jika dilihat yang diberikan kelonggaran atau menerima dampak positifnya hanya
PTN saja. Bagi mahasiswa yang kuliah di kampus swasta sementara orang tuanya
terdampak efek pandemic covid-19 dirasa harus mendapatkan keadilan turunnya
UKT. Tak lama terbitlah kebijakan baru
dan skema yang ditawarkan kemendikbud dari yang UKT akan terpangkas 50% bagi
mahasiswa yang cuti, tidak sedang mengambil SKS karena menanti kelulusan, atau
mahasiswa semester 9 (S1) dan semester 7 (D3) yang mengambil mata kuliah kurang
dari enam SKS. Meskipun kemendikbud sudah mengeluarkan kebijakan, namun tidak
semua universitas menerapkan kebijakan tersebut. Pada kenyataannya, beberapa
universitas memberikan daftar persyaratan yang mempersulit mahasiswa untuk
mengajukan banding UKT dan cicil UKT.
-Yusnia Rahmah
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini