Setiap berakhirnya
tahun ajaran, sekolah di Indonesia melakukan proses Penerimaan Peserta Didik
Baru atau yang biasa kita sebut PPDB. Peserta PPDB atau calon siswa yang masuk
kriteria tertentu dapat lulus di sekolah yang ia daftar, biasanya beberapa
sekolah melakukan PPDB terhadap siswa melalui ujian test dan penyeleksian NEM
ataupun Nilai Ebtanas Murni yang dihasilkan dari nilai UN calon siswa tersebut.
Tetapi akhir-akhir ini lebih tepatnya pada tahun 2020/2021 di DKI Jakarta
memperbarui kebijakan terhadap PPDB ini yakni dengan mengeluarkan kebijakan
pembatasan usia dalam penerimaan peserta didik baru.
Kebijakan pembatasan
usia dalam penerimaan peserta didik baru dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi
DKI dimana dikutip dari TEMPO.CO “Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi
Nurhati mengatakan bahwa pemerintah Provinsi DKI hanya mengikuti kebijakan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merumuskan kebijakan pembatasan
usia dalam penerimaan peserta didik baru atau PPDB tahun 2020/2021”. Kebijakan
yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 44 tahun
2019 tentang PPDB TK, SD, SMP, SMA dan SMK.
Dengan adanya
kebijakan ini, calon siswa yang berada di DKI Jakarta atau yang ingin
bersekolah di Ibukota ini, mau tidak mau harus mengikuti kebijakan tersebut dan
tentunya berarti bahwa calon siswa yang usianya lebih tua dapat memperbesar
peluang untuk lulusnya di sekolah yang dituju dan begitupun sebaliknya. Banyak orang
tua/wali dan calon siswa yang merasa kesal atau tidak setuju dengan pemerintah
terkait adanya kebijakan ini karena menurut mereka sangat merugikan siswa yang
berekonomi menengah kebawah yang tidak bisa sekolah di negeri atau mengharuskan
sekolah di swasta yang mana biaya yang dikeluarkan lebih mahal daripada di
negeri karena tidak adanya subsidi dari pemerintah.
Daripada itu,
pro-kontra yang dihasilkan dari kebijakan tersebut yakni antara lain :
Pro pertama adalah
dengan adanya kebijakan ini calon siswa SD lebih diutamakan yang berusia 7
tahun keatas karena dilihat dari sisi psikologi perkembangan menurut Piaget,
anak dibawah usia 7 tahun belum saatnya untuk diajari calistung atau baca tulis
itung. Alasanya karena pada saat usia tersebut, anak-anak belum berpikir
operasional-konkret sehingga ditakutkan pelajaran tersebut membebani mereka
yang belum bisa belajar secara terstruktur. Teori lain yang mendukung
dikemukakan oleh Susan R.Johnson, belajar membaca pada usia di
bawah 7 tahun, bagian otak yang akan dipakai adalah belahan otak kanan. Kelemahannya, kalau
cara membaca dengan otak kanan itu terpatri di pola pikir anak, di kemudian
hari ia akan mengalami berbagai problem belajar.
Pro kedua adalah Semangat yang dibawa PPDB adalah memberikan pemerataan pelayanan
pendidikan. Cita-cita pemerintah adalah wajib belajar kalau bisa sampai
tingkat SMA. Artinya,
anak-anak yang sempat putus sekolah ataupun tertunda pendidikannya, masih punya
kesempatan untuk kembali ke bangku sekolah. Bisa saja, karena
sempat sakit lama, faktor terkendala biaya, atau pernah tinggal kelas. Maka,
wajar saja jika usia 15 tahun dia baru lulus SD. Anak-anak seperti
inilah yang (sekarang) diutamakan untuk diterima oleh sekolah negeri.
Terkhir, daya tampung sekolah negeri lebih rendah dari banyaknya calon siswa.
Sistem zonasi berdasarkan usia ini, bisa jadi, mengutamakan mereka yang lebih
tua, untuk menghindari angka putus sekolah, sebab kesempatannya jauh lebih
sedikit dibanding mereka yang masih lebih muda. Ini juga bagian dari program
pemerintah menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Tentu, kalangan kurang beruntung
inilah yang harus kita dukung untuk mendapatkan sekolah gratis.
Selain pro-nya
yang mendukung kebijakan tersebut, tentunya terdapat kontra karena pada
dasarnya setiap kebijakan tidak pernah memuaskan seluruh pihak terkait, kontra
yang dihasilkan antara lain adalah dengan adanya kebijakan ini siswa yang
pintar dan berprestasi jadi tersingkirkan jika siswa tersebut mempunyai usia
dibawah yang lain karena kriteria yang ada pada kebijakan tersebut, apalagi
jika siswa tersebut mengikuti program akselerasi yang tentunya usia yang ia
miliki lebih muda daripada yang lain dan tentunya tidak mampu untuk melanjutkan
ke jenjang selanjutnya karena sekolah swasta yang mempunyai biaya yang lebih
besar dan tentunya memaksa siswa untuk putus sekolah.
Kemudian, soal kejelasan data. Seharusnya Dinas sudah punya data usia seluruh
siswa sehingga tuduhan terjadi diskriminasi terkait usia, sudah bisa
diantisipasi dan dijawab dengan data. Tidak seperti sekarang, pemerintah seolah
mengeluarkan kebijakan yang tidak berbasis data.
Demikian itu
adalah pro-kontra terhadap kebijakan PPDB DKI 2020/2021 yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
-Miana Trisanti
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini