Belum
usai dengan perkara ‘Zonasi’ dalam sistem penerimaan peserta didik baru atau
yang biasa disebut PPDB. Kini muncul kembali perbincangan yang menjadi
perdebabatan di kalangan pendidikan terutama sekolah negeri. Faktor usia
menjadi penentu anak masuk sekolah? Apa kabar dengan kualitas sekolah negeri
yang dulunya dipenuhi dengan anak-anak yang memenuhi standar nilai tertentu.
Kemana perginya anak-anak dengan nilai dan prestasi baik? Bisakah mereka
melawan ‘Faktor Umur’ yang sedang hangat-hangatnya ini?
Pertama-tama
mari kita bahas mengenai ‘Faktor Umur’ dalam PPDB 2020. Umumnya, sebelum ada
kebijakan usia ini, mahasiswa lulus sarjana pada kisaran usia 22-23 tahun. Akan
tetapi di 2020 ini terdapat ketentuan baru dimana jika ingin masuk Sekolah
Dasar (SD) usia yang diperbolehkan
adalah 6 tahun per 1 Juli 2020 dan dengan batas maksimal usia 11 tahun.
Sementara untuk jenjang SMP batas maksimalnya adalah mendekati 15 tahun. Dan
kemudian di jenjang SMA batas maksimal usia tertua mencapai 20 tahun.
Pro-Kontra
mengenai kebijakan ini masih jadi perbincangan, terutama bagi orang tua calon
murid. Dalam hal kebijakan ini, tidak semua wilayah di Indonesia sudah
diterapkan. Karena itu yang sanngat menjadi sorotan adalah DKI Jakarta, wilayah
yang sudah menerapkan kebijakan ‘Faktor Usia’ dan gonjang-ganjing dampak yang
dikeluhkan oleh para orang tua calon murid. Banyak orang tua yang akan merasa
tenang, senang, dan bangga jika anaknnya memiliki predikat akademik yang baik.
Dengan harapan bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya di salah satu
sekolah yang tergolong favorit karena terkenal akan murid berprestasi dan nilai
standarnya yang tinggi. Namun, apa daya ternyata mereka-mereka yang memiliki
nilai akademis lebih baik harus kehilangan harapan untuk bersekolah di sekolah
favorit dikarena kalahnya besaran usia mereka.
Dalam
juknis PPDB DKI 2020 terkait jalur zonasi, dalam
hal jumlah Calon Peserta Didik Baru yang mendaftar dalam zonasi melebihi daya tampung,
maka dilakukan seleksi berdasarkan: usia tertua ke usia termuda, urutan pilihan
sekolah, dan waktu mendaftar.
Pemerintah
dalam hal ini memprioritaskan calon siswa dengan usia yang lebih tua apabila
sekolah menghadapi kondisi tertentu. Dengan kebijakan ini, pemerintah
mengharapkan dengan matangnya usia maka anak lebih siap untuk diajari, selain
itu juga pemerintah menginginkan pemerataan pelayanan yang artinya anak-anak
yang putus sekolah atau tertunda pendidikannya karena kondisi tertentu dapat
memiliki kesempatan untuk kembali ke bangku sekolah, dan lainnya adalah masalah
daya tampung yang lebih kecil dari jumlah calon siswa sehingga mengutamakan
usia-usia calon siswaa yang lebih tua demi menghindari angka putus sekolah.
Sementara
itu disamping dari niat baik pemerintah bagi pemerataan pelayanan
pendidikan. Nyatanya, pemerintah
dianggap mengesampingkan keadilan bagi anak-anak berprestasi yang ‘kalah
prioritas’. Hal ini juga bisa berdampak pada menurunnya motivasi anak-anak yang
berprestasi, mereka belajar dengan giat untuk dapat sekolah negeri bahkan
sekolah yang tergolong. Namun, apa gunanya kan akademik itu jika usianya kalah
besar? Jadi bagaimana menurut kalian, setuju atau tidak kah dengan kebijakan
‘Faktor Umur’ atau ‘Zonasi Usia’ ini?
-Ananda Puspitasari
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini