Pro-kontra di masyarakat semakin terasa terkait dengan
sistem zonasi yang diterapkan pada penerimaan peserta didik baru. Dalam sistem
zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib menerima calon
peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah. Masalah
semakin kompleks ketika dalam pelaksanaan pendaftaran ditambahkan faktor usia,
akreditasi sekolah lama, dan juga nilai akademik siswa. Banyak orangtua
mengeluhkan sulitnya mendapatkan sekolah dengan kualitas yang diinginkan
meskipun merasa anaknya layak untuk masuk sekolah tersebut karena terbentur
dengan usia. Tidak dapat dipungkiri bahwa paradigma semakin muda masuk sekolah
akan meningkatkan kebanggaan orangtua murid dan siswa itu sendiri. Para
orangtua menganggap semakin muda anaknya masuk sekolah merupakan suatu
pembuktian bahwa anaknya lebih pintar secara akademis.
Bahkan di lingkaran pendidikan, usia menjadi bahan perundungan
secara tidak langsung. Apakah sebenarnya usia memang sangat berpengaruh untuk
melihat kualitas kepintaran seorang siswa, dan apakah juga siswa dengan usia
lebih muda pasti akan memiliki masa depan yang lebih bagus?
Banyak penjelasan mengenai usia yang paling tepat untuk
anak-anak memulai sekolah dasar (SD) dipandang dari sudut kemampuan intelektual
dan kesiapan mental anak. Meskipun tema ini sering diangkat di berbagai diskusi
di media massa maupun televisi, tetapi hasrat orangtua untuk sedini mungkin memasukkan
anaknya ke SD tetap lebih mendominasi. Di sinilah sebenarnya peran pemerintah
yang harus tegas memberikan batasan.
Peraturan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019 sangat membuka timbulnya polemik. Syarat masuk SD adalah 7 tahun, paling rendah berusia 6 tahun pada 1 Juli tahun berjalan. Diperbolehkan juga masuk SD pada usia minimal 5 tahun 6 bulan dengan rekomendasi tertulis dari psikolog. Dari sini terlihat bahwa peraturannya sangat bias, tidak solid.
Peraturan seharusnya memiliki satu angka patokan. Jika sudah memutuskan syarat 7 tahun, anak dengan umur 6 tahun tidak seharusnya masuk SD. Meskipun anak berulang tahun pada 3 Juli, dia harus mengikuti penerimaan SD tahun berikutnya. Tidak diberikan celah kasus khusus bersyarat yang akan menimbulkan polemik di kemudian hari. Peraturan ini juga harus diterapkan untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa terkecuali.
Anak-anak diajarkan pendidikan moral untuk menghormati orang lain baik teman sebaya maupun orang yang lebih tua atau lebih muda, bersikap menyayangi terhadap hewan dan alam. Anak-anak belajar menjadi dermawan, berempati, dan mampu mengontrol diri. Siswa akan memulai mengikuti ujian saat mereka kelas 4 SD. Untuk kelas 1 sampai dengan kelas 3 hanya ada tes-tes ringan.
Peraturan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019 sangat membuka timbulnya polemik. Syarat masuk SD adalah 7 tahun, paling rendah berusia 6 tahun pada 1 Juli tahun berjalan. Diperbolehkan juga masuk SD pada usia minimal 5 tahun 6 bulan dengan rekomendasi tertulis dari psikolog. Dari sini terlihat bahwa peraturannya sangat bias, tidak solid.
Peraturan seharusnya memiliki satu angka patokan. Jika sudah memutuskan syarat 7 tahun, anak dengan umur 6 tahun tidak seharusnya masuk SD. Meskipun anak berulang tahun pada 3 Juli, dia harus mengikuti penerimaan SD tahun berikutnya. Tidak diberikan celah kasus khusus bersyarat yang akan menimbulkan polemik di kemudian hari. Peraturan ini juga harus diterapkan untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa terkecuali.
Anak-anak diajarkan pendidikan moral untuk menghormati orang lain baik teman sebaya maupun orang yang lebih tua atau lebih muda, bersikap menyayangi terhadap hewan dan alam. Anak-anak belajar menjadi dermawan, berempati, dan mampu mengontrol diri. Siswa akan memulai mengikuti ujian saat mereka kelas 4 SD. Untuk kelas 1 sampai dengan kelas 3 hanya ada tes-tes ringan.
Dan
yang terpenting, tidak ada sistem tinggal kelas bagi anak yang dianggap kurang
cakap sejak SD hingga SMU. Sehingga anak-anak akan mulai sekolah dan lulus
dengan umur yang sama, setelah itu anak-anak bisa memilih untuk melanjutkan
sekolah ke perguruan tinggi ataupun untuk bekerja setelah SMU..
Sistem pendidikan di Indonesia mengedepankan pendidikan
akademik. Meskipun banyak sekolah yang menawarkan nilai plus pendidikan
karakter, kehidupan sehari-hari di lapangan masih banyak yang bertolak belakang
dengan apa yang mereka pelajari. Makanya tidak heran banyak kasus perundungan
di lingkungan sekolah, tidak terkecuali pada sekolah yang mengusung pendidikan
karakter plus. Kapankah siswa di Indonesia mulai mempunyai bayangan tentang
masa depannya?
Saya rasa sebagian besar siswa di Indonesia masih akan
menentukan masa depannya ketika mereka lulus kuliah. Ada sebagian yang
mempunyai gambaran akan jadi apa mereka nanti, terutama untuk siswa yang
mengambil sekolah kejuruan. Tetapi untuk siswa dengan jalur normal mengecap
pendidikan kuliah, mereka merasa saat itu adalah waktu yang tepat menentukan
masa depannya. Terkadang bukan mereka yang menentukan masa depannya, tetapi
bergantung di mana mereka diterima bekerja.
Pada tahap ini bahan banyak yang pasrah di mana pertama
kali diterima bekerja, di situlah nasib masa depannya ditentukan. Adakah
korelasi umur disini? Saya rasa tidak. Anak pada jenjang kuliah bias lulus
dengan waktu yang berbeda-beda. Meskipun mereka masuk di umur yang muda, belum
tentu juga mereka akan lulus tepat waktu, setelah itu pun belum tentu juga
mereka akan langsung bekerja.
Di masyarakat, ada empat hal yang bisa dijadikan landasan
untuk memupuk masa depan, seperti yang juga pernah dikemukakan oleh Sandiaga
Uno, yaitu kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. Etos
kerja tersebut tidak dapat serta merta dibentuk saat dewasa, melainkan latihan
dan dijadikan kepribadian atau karakter sejak kecil. Tidak ada faktor usia
mulai sekolah yang berperan, melainkan faktor kapan orang menguasai dan
berhasil menerapkan karakter tersebut.
Jadi, usia masuk sekolah tidak berkorelasi dengan masa depan anak.
-Yoreszha Mustab
Jadi, usia masuk sekolah tidak berkorelasi dengan masa depan anak.
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini