Perekonomian Indonesia bahkan
ASEAN, masih ditopang salah satunya dengan UMKM. UMKM pernah bahkan mengambil
peranan penting dalam menyelamatkan perekonomian bangsa saat krisis moneter
tahun ’98. Namun apakah UMKM masih bisa menjalankan peran yang sama?
Pemerintah perlahan mulai
menerapkan “new normal”, kata yang udah tidak asing lagi buat kita. Memang
masih menjadi kontroversi sih, masih banyak pro dan kontra. New normal sendiri
berarti kegiatan kita perlahan akan mulai kembali “seperti” normal kembali
dengan peraturan kesehatan yang ketat. Harapannya sih sederhana yaitu kembali
memutar perekonomian Indonesia, walau mungkin prosesnya tidak sesederhana itu.
Jadi apa sih kiranya dampak new normal buat UMKM? Mungkin akan saya bahas
secara umum dan sederhana aja pada tulisan ini.
Dampak pastinya apa kita
gatau, karena emang belom terjadi. Ini perkiraan aja, bahkan lebih cocok
dibilang sebagai pendapat pribadi yang berdasarkan logika sederhana. Saya rasa
sudah cukup jelas kalau pandemi ini sangat berpengaruh terhadap UMKM. Adanya
new normal ini saya rasa menjadi semacam angin segar untuk UMKM walaupun dalam
jangka waktu pendek UMKM saya rasa belom bisa mengambil peran yang sama seperti
saat krisis ekonomi ’98. Justru UMKM lah yang sekarang mesti diselamatkan,
support pemerintah harus lebih gencar lagi.
Dengan new normal ini
diharapkan perekonomian selain UMKM juga berjalan sehingga masyarakat punya
daya beli terhadap UMKM. Sehingga akan menimbulkan semacam kesinambungan
hubungan yang akan mengangkat perekonomian secara bertahap. Sebagai UMKM bahkan
pengusaha besar sekalipun ada satu hal yang saya rasa perlu diperhatankan yaitu
integrasi. Usaha itu ditopang oleh banyak hal, katakan saja bahan baku, jasa
pengiriman, tempat usaha, konsumen, dll. Integrasi ini lah yang dirasa sempat
terhambat bahkan terputus saat pemberlakuan PSBB di Indonesia. New normal ini
akan membuka integrasi UMKM secara perlahan, memulihkan UMKM seiring
berjalannya waktu.
New normal saya yakin akan
berdampak pada semua klasifikasi UMKM, namun yang menjadi pertanyaan saya
sekarang, akan sejauh apa protokol kesahatan itu diterapkan? Mungkin untuk
usaha Kecil dan Menengah protokol kesehatan akan cenderung lebih mudah
diterpakan. Namun bagaimana dengan usaha Mikro apalagi mereka yang masih berada
di tahap livelihood activities dimana usaha mereka dilakukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Penetapan protokol kesehatan walau mungkin bukan hal
yang fleksibel namun perlu diperhatikan juga, karena saya rasa jika terlalu
sulit akan sangat membebani usaha usaha mikro terutama tahap livelihood
activities. Karena yang hampir pasti adalah protokol kesehatan yang baru
akan menambah biaya untuk sebuah usaha.
-Raihan Pratama
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini