Saat ini kesetaraan
gender masih menjadi tantangan di seluruh dunia kerja, termasuk Indonesia. Padahal,
kesetaraan gender diakui dapat menimbulkan dampak positif secara luas. Oleh karena
itu, berbagai inisiatif dilakukan untuk mendorong perusahaan menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman bagi karyawan yang memiliki multi peran, serta
mendukung perubahan untuk tercapainya kesetaraan gender di dunia kerja. Maka dari itu, diperlukan peran bersama untuk
mendorong partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi dengan memacu
produktivitas, menghadirkan pasar tenaga kerja yang adil dan kompetitif serta
berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.
Kesetaraan gender
merupakan jantung dari pekerjaan yang layak. Jika kesetaraan gender
diimplementasikan, maka kesejahteraan secara global dapat mengalami peningkatan
hingga mencapai 21,7%. Sebaliknya, kerugian pada human capital wealth secara global diperkirakan mencapai USD 160,2
triliun akibat dari ketidaksetaraan gender. Survei
Sosial Ekonomi Nasional 2017 menunjukkan bahwa persentase penduduk laki-laki
dan perempuan di Indonesia hampir berimbang, yakni laki-laki sebesar 50,24% dan
perempuan sebesar 49,76%. Namun, kondisi itu bertolak belakang dengan jumlah
laki-laki dan perempuan yang aktif dalam perekonomian. Selama tahun 2011 hingga
2015, Survei Angkatan Kerja Nasional menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK) perempuan berada jauh di bawah laki-laki, yakni berkisar
antara 48 hingga 51 persen. Sedangkan, partisipasi angkatan kerja laki-laki
hampir dua kali lipat dibandingkan perempuan, yakni mencapai 83 hingga 84
persen.
Inspektur Jenderal
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati menyatakan jumlah perempuan di
Indonesia sekitar 140 juta jiwa merupakan kekuatan bangsa. Sebaliknya, apabila
perempuan tidak dapat menyumbangkan kontribusi konkret bagi pembangunan
Indonesia maka akan menjadi kerugian besar bagi bangsa. Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, proporsi
tenaga kerja perempuan di sektor informal mencakup 70% dari keseluruhan tenaga
kerja perempuan. Tingginya peran perempuan di sektor informal dan rendahnya di
sektor formal menandakan terbatasnya akses perempuan terhadap peluang pasar
tenaga kerja di Indonesia. Di satu sisi, pekerjaan informal memberikan
fleksibilitas. Di sisi lain, pekerjaan informal mengindikasikan kurangnya
keterjaminan pekerjaan, upah yang rendah, serta keterbatasan terhadap pelatihan
profesional dan promosi karir dibandingkan dengan pekerjaan di sektor formal.
Presiden Indonesia
Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) mengatakan, "Untuk terus
berkembang, perusahaan juga perlu menciptakan tempat kerja yang ramah gender, mengembangkan
investasi berorientasi perempuan, menggalakkan praktik keragaman, serta terus
meningkatkan jumlah perempuan yang memegang posisi kunci di sebuah perusahaan.”
Kesetaraan gender di lingkungan kerja dapat mendorong peningkatan
produktivitas dan pertumbuhan bisnis secara signifikan. Kesadaran itu semakin
meluas meski masih terdapat sejumlah tantangan. Bagi perusahaan, kesempatan
untuk menambah lebih banyak perempuan pada jajaran dewan dan kepemimpinan
senior merupakan sebuah prestasi besar.
Secara
global, Kajian World Economic Forum (WEF) 2017 mengindikasikan bahwa kesetaraan
gender akan meningkatkan pertumbuhan domestik bruto (PDB) global sebesar US$
5,3 triliun. Sejalan dengan hal itu, jika tingkat partisipasi angkatan kerja,
jam kerja, dan produktivitas kerja rata-rata perempuan setara dengan laki-laki,
maka PDB negara-negara OECD secara teori akan meningkat sebesar 20% dan PDB
yang dihasilkan oleh perempuan akan meningkat 50%. Pada posisi entry-level professional Bank Dunia, perempuan
berada di angka 47%. Hal ini patut diapresiasi bersamaan dengan fakta bahwa 57%
dari lulusan universitas di Indonesia adalah perempuan. Namun, angka tersebut
menurun drastis untuk posisi manajemen tingkat menengah dan tinggi. Pada
manajemen tingkat menengah, perempuan hanya mencakup 20% dari keseluruhan
pekerja. Angkanya lebih kecil lagi untuk manajemen tingkat tinggi, yakni 5%
untuk posisi CEO dan 5% untuk Board Members.
Banyak
studi yang mencoba menguantifikasi potensi manfaat dari mereduksi ketimpangan
gender bagi perekonomian. Umumnya penelitian menemukan bahwa terobosan kecil
untuk menutup ketimpangan gender akan menunjukkan hasil yang signifikan.
Alih-alih menjadi sandungan, kondisi ketimpangan gender di Indonesia dapat
dilihat sebagai potensi besar kontribusi perempuan terhadap pertumbuhan ekonomi
yang belum tergali. Potensi ini dapat digali melalui usaha-usaha mewujudkan
kesetaraan gender di sektor ekonomi. Hal ini berarti perempuan dan laki-laki memiliki
kondisi dan potensi yang sama untuk berkontribusi pada pembangunan nasional dan
merealisasikan hak-haknya sebagai manusia. Wujud dari kesetaraan gender adalah
tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam kesempatan
berpartisipasi, memperoleh akses, dan merasakan manfaat dari pembangunan nasional.
Inspektur Jenderal
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati mengatakan, “To empower bukan sekadar to
give power. Seperti halnya laki-laki yang memiliki kekuasaan, perempuan
secara alamiah juga memiliki kekuasaan dengan ciri yang berbeda dengan
laki-laki, sehingga kontribusinya dapat memberi nilai tambah bagi tempat mereka
bekerja. Konsep empowerment yang
dibutuhkan perempuan bukanlah to be given
power, melainkan to be given
opportunity”.
-Karunia Sekar-
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini