Idealnya, sebuah rumah (baca:kampus) pasti terdapat seorang Bapak (baca:rektor). Seorang Bapak yang dapat memimpin, membimbing dan membina anak-anaknya (baca:mahasiswa) dan anggota keluarga lainnya (baca:civitas akademika lainnya) yang ada di rumah itu. Tanpa adanya sosok seorang Bapak, terasa ada yang kurang dari rumah ini. Sunyi dan sepi, keluarga ini bagaikan mulai kehilangan arah dalam hidup mereka. Sudah beberapa lama ini, Bapak tidak ada di rumah. Kekosongan pun sangat dirasakan oleh sang Anak. Resah, heran, bingung, entah apa lagi yang harus dirasakannya, ketika melihat rumah lain masih memiliki bapaknya masing-masing. Tetapi, tidak dengan rumahnya. Timbul sebuah pertanyaan di dalam benak sang Anak, "Bapakku kemana?"
Pernah terdengar, Bapak akan segera ditemukan beberapa bulan yang lalu. Namun apa? Sampai saat ini, Bapak masih belum ditemukan. Sedih. Itulah yang dirasakan oleh sang Anak. Rindu, sangat rindu rasanya melihat sosok seorang Bapak di rumah ini. Berharap Bapak bisa ditemukan secepatnya, tanpa harus berlama-lama lagi. Berharap dapat merasakan kembali hangatnya sebuah rumah dan keluarga ketika Bapak masih ada di rumah ini. Ingin rasanya merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh keluarga-keluarga lainnya.
Waktu pun terus berjalan. Dan tak terasa, sungguh tak terasa sebentar lagi rumah ini akan memiliki anggota baru. Sosok seorang Bapak yang seharusnya berada di samping anak-anaknya dan mengembangkan senyuman di wajahnya ketika menyambut anggota keluarga baru yang ada di keluarga mereka. Namun, sayang, Bapak masih belum ada di rumah. Sang Anak pun sangat berharap, ia bisa turut berpartisipasi untuk menemukan sang Bapak. Sangat ingin rasanya ikut mencari Bapak. Tanpa hanya berdiam diri, dan tanpa hanya menunggu sebuah keajaiban. Karena baginya, Bapak adalah keluarga yang ia miliki. Maka, sang Anak pun merasa ini juga tanggungjawabnya untuk menemukan Bapak kembali.- Nur Rizki Oktifiani
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini